Sebelumnya sudah lama juga nih nggak ngeblog. Kali ini, lagi nggak ada kerjaan dan berhubung ada wifi kantor maka nggak ada salahnya berbagi ilmu, terutama mungkin buat anak SMA. Silahkan dibaca, salah satu karya ilmiah yang pernah saya tulis sewaktu mengikuti kegiatan ekstrakulikuler KIR (kelompok ilmiah remaja) dan ikut lomba di
PENGARUH
HUJAN ASAM
TERHADAP
KUALITAS KONTROL LINGKUNGAN
SERTA
USAHA PENANGGULANGANNYA
ABSTRAKSI
Hujan asam dapat diartikan sebagai hujan yang
memiliki kandungan ph yang lebih rendah dari pH hujan biasa yaitu sebesar 5,6.
Perbedaan tersebut terjadi akibat adanya polutan berupa gas SO2
(sulfur dioksida) dan NO2 (nitrogen dioksida) yang berlebihan di
dalam air hujan tersebut. Kedua gas ini merupakan gas yang memiliki sifat asam.
Meskipun memiliki perbedaan dalam hal pH, secara kasat mata kita tidak dapat
membedakan antara yang mana hujan biasa (normal) dengan hujan asam. Hujan asam sendiri dapat memberi dampak bagi
kehidupan di sekitar kita, dan dampak yang diberikan 100% merugikan. Tidak
hanya berlaku untuk manusia, tetapi untuk semua makhluk hidup. Bahkan benda
mati yang sensitif terkena asam dapat mengalami kerusakan. Hujan asam dapat
membawa kematian bagi banyak makhluk hidup bila tidak ditangani dengan serius.
Untuk
mengetahui pengaruh hujan asam terhadap lingkungan sekitar, dilakukan
penelitian dengan pengumpulan data tingkat keasaman air hujan di Jakarta dan dilakukan juga
pengumpulan informasi mengenai sumber polutan tersebut. Data membuktikan bahwa
rata – rata tahunan keasaman air hujan di DKI Jakarta setelah tahun 2004 hingga
sekarang dibawah ph 5. Hal ini tentunya perlu diatasi agar hujan asam tidak
menjadi masalah besar yang merugikan seperti yang terjadi di beberapa negara
maju, diantaranya China,
Jerman, Rusia, dan lain-lain.
Faktor utama yang menyebapkan terjadinya hujan
asam yaitu tingkat kepadatan penduduk dan teknologi (terutama bidang
perindustrian) dalam suatu kawasan. Semakin padat penduduk dan semakin maju
teknologi, kemungkinan terjadi hujan asam akan semakin tinggi. Teknologi yang
maju akan membutuhkan energi yang banyak pula untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Terlebih-lebih apabila kurangnya kesadaran akan bahaya gas SO2 dan
NO2 yang berlebihan dalam air hujan. Banyak hal yang dapat
mempengaruhi tingkat keasaman dari air hujan asam, mulai dari faktor alam dan
ulah manusia.
Hujan asam merupakan bagian dari deposisi asam, bukan deposisi asam.
Banyak
sekali upaya yang telah dilakukan pihak pemerintah dan pihak swasta di DKI
Jakarta dalam mengatasi masalah hujan asam. Mulai dengan penanaman pohon,
penggunaan bahan bakar dengan hemat, mengolah limbah gas SO2 hingga
mengaplikasikan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle). Semuanya dilakukan agar
hujan asam dapat dihentikan dan tidak memberi berbagai dampak buruk yang bahkan
belum pernah terjadi pada waktu sebelumnya.
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan
industrialisasi dan sistem transportasi di dunia, contohnya DKI Jakarta
menimbulkan sebuah konsekuensi yang akan terjadi yaitu akan semakin
meningkatnya zat-zat polutan yang dikeluarkan dari kegiatan industri dan
transportasi. Keberadaan zat-zat polutan di udara ini tentunya akan berpengaruh
terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara. Salah satu
dampaknya yaitu hujan asam yang terjadi bersamaan dengan siklus alam.
Istilah hujan asam pertama kali
dikemukakan oleh ilmuwan Inggris bernama Robert Angus Smith pada tahun 1872,
saat melakukan penelitian di kawasan industri di Manchester, Inggris. Ditemukan bahwa adanya
perubahan ekosistem yang sangat mengerikan yaitu banyaknya pepohonan dan ikan
yang mati di sekitar daerah industri tersebut. Banyak para ilmuwan lain tidak
memperhatikan dampak tersebut, namun dalam beberapa dekade terakhir, para
ilmuwan telah menyadari bahwa penyebaran keasaman air hujan telah menyebabkan
kerusakan yang banyak dan semakin meluas.
Hujan asam sebenarnya merupakan
bagian dari deposisi asam. Deposisi asam sendiri terbagi menjadi dua yaitu
deposisi kering dan deposisi basah. Hujan asam termasuk dalam bagian deposisi
basah, dikatakan basah karena merupakan kejadian-kejadian pada saat bahan-bahan
pencemar atau polutan di udara yang bersifat asam berikatan dengan oksigen dan
air, turun ke permukaan bumi akibat adanya gaya gravitasi.
Pembentukkan hujan asam di atmosfer,
dipengaruhi oleh siklus-siklus bahan-bahan pencemar (polutan) di bagian
atmosfer yang terendah yaitu troposfer. Bahan-bahan pencemar atau polutan
penyebap utama hujan asam yang ada di troposfer adalah oksida nitrogen dan
sulfur dioksida akan mengalami mekanisme reaksi kimia membentuk senyawa asam
dan larut dalam butir-butir air berupa awan. Secara alami air hujan yang jatuh
ke permukaan bumi akan selalu mengandung asam karbonat, yaitu asam yang
bersifat asam lemah yang terbentuk akibat proses alami dari siklus kehidupan
berupa karbon dioksida, mulai dari letusan gunung berapi, pembusukan dalam
tanah, dan penguapan air laut. Sifat asam lemah ini sangat diperlukan oleh banyak
makhluk hidup. Itulah sebabnya pH air hujan alami (normal) selalu berkisar 5,6
(sesuai dengan kesepakatan WHO). Artinya air hujan yang memiliki pH diatas 5,6
dikatakan hujan bersifat basa dan sebaliknya, apabila pH dibawah 5,6 dikatakan
air hujan tersebut bersifat asam.
Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia
merupakan kota
yang tanpa pernah berhenti aktivitasnya dengan pusat industri, pusat
pemerintahan, pusat perdagangan serta tak luput dari pusat sasaran para insan
dari dalam dan luar negeri. Hal itu tentunya menjadikan Jakarta sebagai salah satu kota besar di dunia dengan tingkat polusi
yang tinggi. Dari pemantauan pH air hujan di Badan Meteoroloi Geofisika (BMG)
stasiun Kemayoran, menunjukkan bahwa sebagian besar air hujan berada di bawah
pH air hujan normal.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membuktikan trend hujan asam dengan objek di DKI Jakarta dengan
informasi-informasi yang berkaitan dengan hujan asam. Dalam pengumpulan data
digunakan teknik wawancara, pengamatan tidak langsung serta dengan pengumpulan
informasi baik dari buku dan internet.
ISI
1.Pengertian dan
Proses Hujan Asam
Hujan asam memiliki sifat yang asam, belum tentu memiliki rasa asam.
Karena untuk menimbulkan rasa yang asam dibutuhkan konsentrasi tingkat keasaman
yang berselisih tinggi antara polutan yang bersifat asam dengan polutan yang
bersifat basa. Untuk air hujan , batas keasaman (pH) yang telah disepakati
secara internasional adalah sebesar 5,6. Hujan yang demikian disebut hujan
alami (tidak tercemar). Hal ini disebabkan karena semua hujan yang turun ke
permukaan bumi mengandung asam karbonat (HCO3) yang bersifat asam
lemah. Sifat asam lemah ini sangat diperlukan oleh banyak makhluk hidup.
Artinya hujan asam memiliki pH dibawah 5,6 karena adanya sumber polusi dari aktifitas
manusia atau sering dikatakan sumber antropogenik. Sumber tersebut antara lain; asap kendaraan,
limbah industri, dan jumlah penduduk serta PLTU.
Hujan asam terjadi karena 2 indikator utama yaitu adanya limbah gas
SO2 dan NO2 yang bersumber pada bahan bakar berupa
batubara. Nitrogen oksida sering disebut dengan Nox karena oksida nitrogen
memiliki 2 bentuk yang sifatnya berbeda, yakni gas NO2 dan NO. Sifat
gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan NO tidak berwarna dan
tidak berbau. Gas ini terbentuk dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar
dari generator pembangkit listrik, transportasi, dan pembuangan sampah. Sedangkan
belerang oksida atau sering ditulis dengan Sox atau gas SO2 dan gas
SO3 yang keduanya memiliki sifat yang berbeda. SO2 berbau
tajam dan tidak mudah terbakar, sedangakan SO3 mudah terbakar. Gas
ini terbentuk karena pemakaian energi batubara, transportasi, dll. Keduanya
memiliki sifat asam, belum tentu rasa asam. Bukan seperti jeruk yang memiliki
sifat dan rasa asam. Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan
yang sebagian besar merupakan tumbuhan primitif (alga, silofita, pteryiopita,
gymnospermae, dan angiospermae). Pembentukannya lambat dan memerlukan waktu
yang sangat lama. Kemudian setelah diambil, batubara diolah dengan proses
gasifikasi (proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batubara yang mudah
terbakar). Proses ini menghasilkan produk yang dapat digunakan. Dalam
penggunaan produk tersebut menghasilkan banyak gas, contohnya sulfur dan
nitrogen.
Proses terjadinya hujan asam diawali dengan matahari yang bersinar
menyebabkan terjadinya penguapan air baik dari danau, laut, kali dan perairan
yang lain. Bersamaan dengan itu, aktifitas-aktifitas manusia juga sedang
berlangsung. Banyak polusi berupa SO2 dan NO yang dihasilkan baik
dari kendaraan, pabrik, dll. Gas-gas tersebut melayang bebas di lapisan udara
terendah yaitu troposfer dan bila berikatan dengan O2 dan H2O
maka terjadi hujan asam.
Hujan alami
memiliki reaksi sederhana sebagai berikut:
CO2 +
hv =CO2 , kemudian bereaksi dengan awan
CO2 +
H2O=H2CO3
Sedangkan hujan
asam memiliki persamaan:
S + O2 = SO2
2SO2 + ½O2 = 2SO3
SO3+ H2O = H2SO4
Atau,
N+O2=NO2
NO2+H2O=H2NO3
Hujan asam terjadi melalui dua variasi yaitu rain out dan wash out.
Rain out terjadi ketika senyawa asam di atmosfer larut dalam butir-butir air
(awan) dan hujan turun ke permukaan bumi. Sedangkan wash out terjadi ketika
polusi yang mengandung asam tidak terikat dengan awan, tetapi pada saat hujan turun
senyawa asam yang terdapat dalam udara tersebut larut dalam tetes air hujan.
Hal ini terjadi karena polusi-polusi tersebut melayang tidak terlalu tinggi (di
udara sekitar ).
2.Mengenai DKI Jakarta
Jakarta hingga saat ini
tetap menjadi kota
dengan kepadatan penduduk serta pusat segala aktivitas. Dengan luas wilayah sebesar 661,64 km2 dan terletak pada106 °
48 ' BT dan6° 12' LS. Seringkali hujan
asam melanda Jakarta,
namun hingga saat ini kesadaraan dan kepedulian masyarakat DKI Jakarta terhadap
bahaya hujan asam masih kurang. Pengumpulan data digunakan dari Januari 1996
hingga Mei 2008. Tidak heran apabila banyak energi diperlukan dalam menjalankan
dan memenuhi kebutuhan kehidupan. Dalam 11 tahun terakhir (kecuali tahun 2000) Jakarta memiliki pH hujan
yang tidak stabil. Berikut ini data mengenai tingkat keasaman ( pH) di wilayah
DKI Jakarta dengan memfokuskan pada daerah Kemayoran..............
-bersambung besok ^_^-