Saturday, November 23, 2013

Keindahan Gunung Papandayan

Kali ini gw ingin sedikit cerita pengalaman Mendaki Gunung Papandayan. Ya, terus terang pendakian kali ini merupakan pendakian pertama untuk pendakian yang bermalam selama 2 hari dan kegiatan ini juga sudah di organize oleh salah satu UKM kampus STAN, namanya stapala dengan biaya 200 ribu.
kala itu perjalanan dibagi dalam beberapa tim sebanyak kurang lebih 8 orang per tim. Jadi untuk masalah transportasi gw kurang tau, karena taunya naik dan turun langsung di kaki gunung. 
setibanya di kaki Gunung Papandayan yang jelas terlihat yaitu ya Gunung Papandayan, bukan Gunung Salak, apalagi Gunung Sahari yang biasanya macet. Pemandangan yang pertama muncul seperti ini: 
Setibanya di kaki gunung, atau lebih tepatya mungkin "mata kaki" karena truk membawa kami sampai ke titik yang sudah lebih tinggi dari istilah kaki gunung. Pertama-tama, aktivitas yang kami lakukan yaitu mengisi tenaga dengan beristirahat sebentar, makan, ke toilet (2rb), dan gw sendiri sesekali mengelus2 kepala gw yang benjol karena terkena besi truk ketika tidur pas di dalam perjalanan. Kemudian kami pun memulai perjalanan dari mata kaki gunung, tentunya naiknya tidak sekaligus seperti mau demo, tapi bertahap dari tim satu ke tim lainnya. Selama perjalanan menuju tempat persinggahan di "pondok selada", kami melewati beberapa medan yang tidak homogen. awalnya kami melewati kawasan hutan kecil yang ditumbuhi pohon apatauuuu namanya (berkali-kali gw tanya ke peserta n panitia gak ada yg tau namanya), kemudian melewati medan bebatuan dan ada kawah belerang aktifnya, ke hutan lagi, padang rumput hingga ke tempat persinggahan pondok selada. Tentu jalannya naik turun kayak harga saham IHSG yang naek turun tapi cenderung naik (namanya juga naek gunung). Setibanya di pondok selada, yang ada di pikiran gw apa disana ada tanaman selada liar gitu dan ternyata tidak ada. Di tempat ini ternyata banyak juga para pendaki yang berisitirahat dan mendirikan tenda untuk bermalam. Satu hal yang sangat gw takjub yaitu ada mata air yang awalnya tidak berhenti tapi bisa berhenti di sekitar pondok selada. Mau tau kenapa?karena di sekitar pondok selada dilalui pipa perusahaan air minum (nggak tau namanya) dan ternyata pipanya di ptong, jadi bocor terus tuh pipa dan sangat efektif bagi pada pendaki yang haus dan butuh air. 
Asli, awalnya sedikit ragu untuk minum tapi karena keadaan dan melihat airnya yang terus mengalir dan jernih gw ikhlaskan dan yakinkan air itu murni dan bisa diminum. Gw pun meminum dengan perasaan "dugidaggiduggidaggiduk...hatiku gembira". Tenda birupun dipasang dan anggota tim pun mulai bagi tugas, kebetulan ada cewe dan jago buat masak (kalau pun gak jago tetap dia yang urusan masak), sedangkan anak laki2nya biasanya ambil air dan cuci piring. 
Karena kami tiba pagi di tempat persinggahan dan waktu maih banyak, maka panitia mengajak untuk ke tempat namanya kalo nggak salah "teluk panjang (kayanya namanya salah)", perjanannya pun jauh dan seru karena rutenya masih sedikit yang tau. Hal ini dibuktikan dengan jalannya yang belum banyak jejak, jenis pohon dan tanamannya, masih ada angrek liar, lumut pada batang pohon dan yang terpenting dari BAU yang sejenis dengan semprotan nyamuk yaitu aroma (lupa gw namanya),. Perjalanan menuju TKP cukup jauh dan jauh sekali hingga nyasar dan diputuskan untuk pulang karena hari mulai gelap. Ketika pulangnya pun lama sekali dan sempat nyasar sebentar. Walaupu nyasar, sebenarnya dalam benak hati gw woles aja karena yang nyasar banyak, sekitar 30 orangan jadi tetap ramai, beda halnya kalau nyasar sendirian. Karena gelap dan tidak semua peserta membawa senter maka kami jalan seperti ular dan setiap ada batang, pohon, batu selalu orang yang melihat berkata "batu", "batang kiri", "batang..awww(suara anggota yang kepeleset)" untung aja tidak ada yang bilang "kun..kuntilanak" atau kesurupan di tengah hutan. Kabut pun mulai turun dan hari tetap gelap membuat jangkauan senter semakin pendek. Gw pun saat itu tidak menggunakan jaket mulai kedinginan dan untungnya setiap gerakan mumbuat tubuh ini tetap terasa hangat. Akhirnya, kamipun tiba di posko. Malamnya membuat api unggun, masak, makan dan lanjut tidur..
Keesokan pagi harinya, kami melanjutkan perjalanan ke padang Edelwes, yang sebelumnya melewati hutan mati karena zat belerang. di tempat ini jadi salah satu tempat favorit buat foto-foto mungkin karena efek pohon mati dan asap belerangnya. Setibanya di padang Edelwes yang gw rasakan....gak seindah di imajinasi gw, tapi cukup bagus lah terlebih buat foto-foto. Begitulah sepenggal cerita di posko yang lagi sepi.

capek...foto dulu lah
see you on the next journey


1 comment: